Penguatan Literasi di Kalangan Santri
“Membaca buku-buku yang baik berarti memberi makanan rohani yang baik,” ungkap Buya Hamka, sedang Pramoedya Ananta Toer pun dengan kalimat bijaknya, “Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari.”
Ya, membaca dan menulis merupakan satu kesatuan yang membuat kita semakin hidup. Masalah literasi masih menjadi isu yang menarik, tetap digencarkan di mana pun, tak terkecuali di kalangan santri dalam pondok pesantren. Membaca dan menulis adalah bagian dari literasi yang sudah menjadi budaya melekat di kalangan santri. Tradisi literasi khususnya di pesantren sudah mengakar kuat, pembelajaran kitab kuning yang menjadi ciri khas pesantren merupakan salah satu bentuk literasi yang masih dijaga dalam pondok pesantren. Namun, konteks literasi tidak hanya tentang tradisi pembelajaran kitab kuning, tetapi juga kitab atau buku-buku yang lain. Keberhasilan para ulama dan ilmuwan untuk menghasilkan karya disebabkan karena mereka sudah terbiasa untuk membaca dan menulis sehingga menjadi bagian yang tak terpisahkan dari hidup mereka.
Penguatan literasi di dalam pondok pesantren penting bagi keberlangsungan pondok pesantren dalam rangka mewujudkan pondok pesantren sebagai pusat literasi yang melahirkan manusia-manusia beradab, berilmu, mampu berpikir kritis dan memiliki karya. Meski demikian, tingkat literasi di kalangan santri masih tergolong rendah. Jarang sekali kita temui santri bergerombol di pojok atau duduk di taman asyik membaca, mencari inspirasi di segala sudut pondok untuk menghasilkan karya, berdiskusi terkait buku yang mereka baca, atau antre di perpustakaan untuk meminjam buku bacaan. Jarang bahkan tidak pernah. Miris bukan?
0 Comments